Asal-Usul Bawang Goreng
Alkisah di negeri antah berantah,
hiduplah seekor rusa yang sangat anggun nan menawan. Bulu-bulunya halus seperti
sutera. Suatu hari saat rusa itu sedang makan rumput ditepi sungai, dia bertemu
dengan bawang putih yang ingin mencuci baju.
“Hei, Bawang Putih. Kamu mau kemana?”
Tanya rusa.
“Aku mau nyuci baju nih, rusa.” Jawab
Bawang Putih.
“Jangan. Kamu jangan mencuci baju di
sungai, berbahaya. Sungai itu banyak buaya yang sangat buas.” Cegah rusa.
“Nyuci di sungai? Siapa yang mau nyuci
baju di sungai rusa kecil? Aku mau nyuci di Laundri dekat sungai itu.” Kata
bawang putih seraya menunjuk sebuah Laundri yang penuh orang.
“Astaga . . .” Kata rusa kaget.
Bawang
Putih pun pergi meninggalkan rusa sendirian. Tanpa disadari oleh rusa, dari
balik semak-semak seorang pemburu tua sedang membidiknya dengan sebuah panah
terhunus. Pemburu tua itu membidik kepala si rusa. Saat hendak melepaskan anak
panahnya, sebuah suara entah dari mana asalnya mencegah si pemburu untuk
memanah rusa.
“Hey kamu, pemburu tua. Mau apa kamu
di hutanku ini hah?” Kata suara itu membentak.
“Eh, suara siapa itu? Dimana kamu
hah?” Kata pemburu kaget dan ketakutan.
“Kamu nggak perlu tau siapa aku, yang
jelas aku ini sangat hebat. Aku peringatkan kepadamu, jika kau berani memanah
rusa itu, kau akan menyesal.” Lanjut suara itu.
“Menyesal? Hah aku gak percaya. Itu
hanya rusa biasa dan akan menjadi santapanku.” Bantah pemburu.
Akhirnya si pemburu tua tetap akan
memanah rusa itu. Dia melepaskan anak panahnya yang tepat mengenai kepala rusa
itu. Tapi, ternyata anak panah itu tidak menancap di kepala rusa itu dan malah
terlempar. Sedangkan si rusa masih berdiri kokoh dan tak bergeming sedikitpun.
“Lhoo… kok nggak mempan? Rusa sakti
nih.” Kata pemburu sambil mendekat.
Si
rusa masih tidak bergerak. Karena penasaran si pemburu mencoba mendekati rusa
itu. Setelah sangat dekat, betapa kagetnya si pemburu itu ketika mendapati buruannya
adalah patung rusa yang berdiri di tengah hutan.
“Hahahaha . . . . Bener kan.
Dibilangin ngeyel sih.” Kata suara asing tadi.
“Ohh . . . sial.” Gerutu si pemburu
tua itu.
Dengan
sangat kesal pemburu itu pulang dengan tangan hampa. Ditengah perjalanan
pulangnya, ia bertemu dengan anak Pramuka yang sedang berkemah. Untuk mengusir
rasa galaunya, akhirnya dia bergabung dengan kelompok Pramuka tersebut. Mereka
mengumpulkan kayu bakar bersama untuk membuat api unggun. Setelah api unggun
dinyalakan, mereka berjoget dan menari bersama. Lama kelamaan bosan juga, dan
akhirnya bereka berhenti untuk mendengarkan cerita dari pemburu tua itu.
“Hey anak-anak, sini-sini kakek mau
cerita sama kalian.” Kata pemburu itu.
Akhirnya semua berkumpul dan
mendengarkan cerita dengan seksama. “Kali ini kakek mau bercerita tentang
“Asal-Usul Bawang Goreng. . . .” Pemburu itu mengawali ceritanya. Sambutan riuh
tepuk tangan dari para penonton pun bergemuruh layaknya dalam acara SEAGAMES
yang sangat seru.
“Dahulu kala, hidup seorang janda yang
tidak memiliki anak. Karena sangat pengennya anak, dia meminta kepada raksasa
yang jahat untuk memberinya seorang anak. Si raksasa mau melakukannya asal
dengan satu syarat, saat anak itu berumur 17 tahun janda itu harus mengembalikan
kepadanya. Janda itu pun menyetujuinya. Akhirnya raksasa itu memberikan sebuah
Bawang Bombay raksasa untuk dibawa pulang. Saat di rumah janda itu segera
buru-buru membuka bawang itu dan menemukan seorang bayi perempuan di dalamnya.
Dan dia di beri nama, Bawang Bombay.” Cerita pemburu itu panjang lebar.
“Sekarang Bawang Bombay sudah beranjak
tumbuh dewasa. Dia menjadi seorang gadis belia yang cantik jelita nan elok
perilakunya. Ibunya sungguh tak rela jika dia harus menyerahkan Bawang Bombay
ke raksasa jahat itu. Tapi bagaimana dia akan melawannya? Di suatu malam yang
sunyi, Ibu janda itu sedang bersantai di teras rumahnya yang kecil dan sempit.
Tiba-tiba terdengar derap langkah kaki dari arah hutan dan menuju ke arahnya.
Dia begitu ketakutan, dan setelah pemilik kaki itu berada di hadapannya, dia
sangat kaget dan takut. Raksasa itu meminta Bawang Bombay diserahkan kepadanya.
Dengan ketakutan janda itu membuat alasan bahwa Bawang Bombay masih tidur dan
tidak bisa di ganggu. Dia meminta raksasa datang lagi besok.”
“Keesokan harinya raksasa datang lagi
untuk menagih janji. Kali ini janda itu beralasan bahwa Bawang Bombay masih
sakit dan gejalanya mirip dengan HIV/AIDS. Ia ingin raksasa menunggu sampai Bawang
Bombay sembuh total dan baru boleh dibawa. Akhirnya raksasa itu pergi dengan
marah-marah. Janda itu sangat bingung bagaimana menjelaskan ini semua kepada Bawang
Bombay anaknya.”
“Kini bawang Bombay sudah berumur 20
tahun. karena sudah habis kesabarannya, raksasa itu pun segera mengambil Bawang Bombay. Suatu malam yang sangat dingin, kabut
tebal menyelimuti bumi. Suara jangkrik bersahutan bak paduan suara yang menggelar
konser tunggal. Bayangan hitam muncul dari semak belukar yang sangat tinggi
menuju sebuah gubuk kecil yang sudah reyot. Dia adalah raksasa yang sudah kehabisan
kesabaran untuk menunggu Bawang Bombay. Malam itu dia ingin segera memakan Bawang
Bombay. Dari balik jendela kamar, dia mengintip Bawang Bombay yang sedang tidur
terlelap dalam mimpi bahagia yang semu. Diraihnya Bawang Bombay dengan tangan
kanannya dan melahap gadis malang tersebut dengan rakusnya.”
“Tiba-tiba keluar seseorang dari dalam
gubuk karena mendengar kegaduhan. Dan betapa kagetnya dia ketika melihat
raksasa yang sangat besar melebihi gubuknya sedang memakan sesuatu. Saat
raksasa menoleh, dia dua kali lipat lebih kaget ketika yang dilihatnya adalah
bawang Bombay. Lalu yang dimakannya itu siapa? Ternyata itu adalah ibu janda
yang menyusup ke kamar Bawang Bombay demi melindungi anaknya. Karena yang
dimakan adalah seorang janda tua yang sudah peyot, raksasa itu tersedak dan akhirnya
mati dalam keadaan KAFIR.”
“Betapa sedihnya Bawang Bombay melihat
ibunya yang kini hanya tersisa kaki kanannya dan sobekan daster kumel yang
jarang dicuci. Dia menangis terisak ditengah kegelapan malam. Mungkin, hari itu
dialah wanita paling bersedih di dunia karena ditinggal pergi ibunya untuk
selamanya.” T_T :’(
Kokok ayam terdengar sangat keras
membangunkan Bawang Bombay dari mimpi buruknya semalam. Dia langsung berlari
kesana-kemari mencari ibunya, tetapi dia tidak menemukannya. Dia pun menangis
tersedu-sedu dengan ingus yang bergelantungan. Tiba-tiba terdengar sebuah bunyi
musik keroncong yang mendayu-dayu. Ternyata itu suara perut Bawang Bombay yang sudah
sangat kelaparan. Semangatnya kembali terisi untuk segera mencari makanan apa
saja yang bisa di lahapnya, saking semangatnya sampe rumput yang diinjaknya pun
gosong. Kini dia berlari kesana-kemari mencari makanan. Dia ingin membuat nasi
goreng special ala Farah Queen dengan taburan keju disetiap suapannya dan
balutan mayones di butir-butir nasinya. Bawang Bombay mulai menyiapkan
bahan-bahan utuk membuat nasi goreng. Dengan susah payah Bawang Bombay memasak
nasi goreng itu, tetapi masih ada satu bumbu yang kurang sehingga rasa nasi
goreng itu menjadi hambar dan kurang sedap. Bawang Bombay kebingungan mencari
bumbu apa itu. Karena kebingungan, dia lupa mematikan kompornya dan akhirnya
tabung LPG yang digunakan untuk memasak meledak dan rumah Bawang Bombay
terbakar. Bawang Bombay yang tidak bisa menyelamatkan diri panik dan terpeleset
kulit pisang ambon dan terpelanting kearah wajan penggorengan yang penuh dengan
minyak panas. Serta merta Bawang Bombay menjadi Bawang Goreng. Kini nasi goreng
itu menjadi sangat nikmat dengan taburan Bawang Goreng di atasnya. Dan hingga
sekarang setiap nasi goreng pasti di bubuhi dengan taburan Bawang Goreng yang
sangat nikmat. Itulah cerita asal-usul Bawang Goreng yang sangat melegenda.”
Kata pemburu tua itu mengakhiri ceritanya yang sangat panjang. Tanpa di sadari,
semua anak-anak sudah terlelap dan pemburu itu pun juga tidur untuk mengisi
tenaganya yang habis untuk berburu hari itu.
THE
END.
Cerita ini hanya karangan serta fiktif
belaka. Jika ada kesamaan nama, tokoh, peristiwa dan lokasi hanya merupakan
kebetulan tanpa ada unsur kesengajaan dari penulis naskah “Asal-usul Bawang
Goreng”
Bojonegoro,
08 Oktober 2012
PENULIS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar